BAB I
PENDAHULUAN
I.LATAR
BELAKANG
Tuberkolusis
paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium
tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah
yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui
airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer
dari ghon.Penularan tuberculosis terjadi karena penderita TBC membuang ludah
dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam
dahak dan ludah penderita terdapat basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering
lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman yang terbawa angin dan jatuh ketanah
maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan
bersarang serta berkembangbiak di paru-paru.
Penyakit
ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit ini masih merupakan penyakit
rakyat; sehingga sering kita jumpai dalam kehamilan. TBC paru ini dapat menimbulkan
masalah pada wanita itu sendiri, bayinya dan masyarakat sekitarnya. Kehamilan
tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini,
banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah
batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, berat badan
menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit sekitar dada. Tingginya angka
penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah
iklim dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar tentang
perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya
serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan
dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di
lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan. Pada
penderita yang dicurigai menderita TBC paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa
tes kulit dengan PPD (purified
protein derivate) 5u dan bila hasilnya positif diteruskan dengan pemeriksaan foto
dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh sinar X. Pada
penderita dengan TBC paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum, untuk
membuat dianosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan. Pengaruh TBC paru
pada ibu yang sedang hamil bila diobati dengan baik tidak berbeda dengan wanita
tidak hamil. Pada janin jarang dijumpai TBC kongenital, janin baru tertular penyakit
setelah lahir, karena dirawat atau disusui oleh ibunya.
II. TUJUAN
A.
Tujuan Umum
Tujuan
umum adalah memberikan asuhan keperawatan pada Ibu Hamil dengan TB paru.
B.
Tujuan Khusus
o
Untuk mengetahui Definisi dan Etiologi TB paru
o
Untuk mengetahui Patofisiologi
o
Untuk mengetahui Tuberkolusis
pada kehamilan
o
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada penderita TB paru
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Tuberkolusis
paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium
tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah
karena sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui
airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer
dari ghon, sedangkan batuk darah (hemoptisis) adalah salah satu manifestasi yang
diakibatkannya. Darah atau dahak berdarah yang dibatukkan berasal dari saluran pernafasan
bagian bawah yaitu mulai dari glottis kearah distal, batuk darah akan berhenti
sendiri jika asal robekan pembuluh darah tidak luas, sehingga penutupan luka dengan
cepat terjadi.
II. Etiologi
Sebagaimana
telah diketahui, TBC paru disebabkan oleh basil TB (Mycobacterium tuberculosis humanis).
ü M. tuberculosis termasuk
familie Mycobacteriaceae yang
mempunyai berbagai genus, satu di antaranya adalah Mycobacterium, yang salah
satu speciesnya adalah M. tuberculosis.
ü M. tuberculosis yang
paling berbahaya bagi manusia adalah type humanis (kemungkinan infeksi type
bovinus saat ini diabaikan, setelah higiene peternakan makin ditingkatkan).
ü Basil
TB mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam, sifat ini dimanfaatkan oleh
Robert Koch untuk mewarnai secara khusus. Oleh karena itu, kuman ini disebut pula
Basil Tahan Asam (BTA).
ü Karena
sebetulnya Mycobacterium pada
umumnya tahan asam, secara teoritis BTA belum tentu identik dengan basil TB.
Tetapi karena dalam keadaan normal penyakit paru yang disebabkan oleh Mycobacterium lain
(y.i. M. atipik)
jarang sekali ditemukan, dalam praktek BTA dianggap identik dengan basil TB. Di
negara dengan prevalensi AIDS/infeksi HIV yang tinggi, penyakit paru yang
disebabkan M. Atipic (=Mycobacteriosis)
makin sering ditemukan, sehingga dalam kondisi seperti ini, perlu sekali
diwaspadai bahwa BTA belum tentu harus identik dengan basil TB. Malahan mungkin
saja BTA belum tentu harus identik dengan basil TB, mungkin saja BTA yang ditemukan
adalah M. atipic yang
menjadi penyebab Mycobacteriosis.
ü Kalau
untuk bakteri-bakteri lain hanya diperlukan beberapa menit sampai 20 menit untuk
mitosis, basil TB memerlukan waktu 12 sampai 24 jam. Hal ini
memungkinkanpemberian obat secara intermiten (2 – 3 hari sekali).
ü Basil
TB sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit saja
akan mati. Ternyata kerentanan ini terutama terhadap gelombang cahaya ultraviolet.
Basil TB juga rentan terhadap panas-basah, sehingga dalam 2 menit saja basil TB
yang berada dalam lingkungan basah sudah akan mati bila terkena air bersuhu 1000
C. basil TB juga akan terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alkohol 70%, atau
lisol 5%.
III. Patofisiologi
Penyebaran
kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi
kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan droplet
yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya. Penularan
tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya
sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan
ludah ada basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana.
Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian
terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di
paru-paru.
Pada
permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul yaitu
penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau pembuluh
darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju
aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh
yang lain.
Basil
tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai
suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang
alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus
bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit
pada hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag. Pada alveoli yang terserang
mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil
ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional,
sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan
yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit,
proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang
biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan Kelenjar getah bening regional
dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran
ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan
radiogram rutin. Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.Pada
proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat
terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas
yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit
dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan rongga bronkus.
Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan
lesi berkapsul yang tidak lepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam
waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan
aktif. Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena
penyumbatan trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal.
Ini terjadi pada batuk darah masif yaitu 600-1000cc/24 jam. Batuk darah pada
penderita TB paru disebabkan oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari
pembuluh darah pada dinding kapitas.
IV.
TUBERKULOSIS PADA KEHAMILAN
1.
Efek tuberculosis terhadap kehamilan
Kehamilan dan tuberculosis merupakan
dua stressor yang berbeda pada ibu hamil. Stressor tersebut secara simultan
mempengaruhi keadaan fisik mental ibu hamil. Lebih dari 50 persen kasus TB paru
adalah perempuan dan data RSCM pada tahun 1989 sampai 1990 diketahui 4.300
wanita hamil,150 diantaranya adalah pengidap TB paru .
Efek TB pada kehamilan tergantung pada
beberapa factor antara lain tipe, letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan
saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil, ada
tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan
fasilitas diagnosa dan pengobatan TB.
Status nutrisi yang jelek,
hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis maternal merupakan dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas maternal.
Usia kehamilan saat wanita hamil
mendapatkan pengobatan antituberkulosa merupakan factor yang penting dalam
menentukan kesehatan maternal dalam kehamilan dengan TB.
Kehamilan dapat berefek terhadap
tuberculosis dimana peningkatan diafragma akibat kehamilan akan menyebabkan
kavitas paru bagian bawah mengalami kolaps yang disebut pneumo-peritoneum. Pada
awal abad 20, induksi aborsi direkomondasikan pada wanita hamil dengan TB.
Selain paru-paru, kuman TB juga dapat
menyerang organ tubuh lain seperti usus, selaput otak, tulang, dan sendi, serta
kulit. Jika kuman menyebar hingga organ reproduksi, kemungkinan akan
memengaruhi tingkat kesuburan (fertilitas) seseorang. Bahkan, TB pada samping
kiri dan kanan rahim bisa menimbulkan kemandulan. Hal ini tentu menjadi
kekhawatiran pada pengidap TB atau yang pernah mengidap TB, khususnya wanita
usia reproduksi. Jika kuman sudah menyerang organ reproduksi wanita biasanya
wanita tersebut mengalami kesulitan untuk hamil karena uterus tidak siap
menerima hasil konsepsi.
Harold Oster MD,2007 mengatakan bahwa
TB paru (baik laten maupun aktif) tidak akan memengaruhi fertilitas seorang
wanita di kemudian hari. Namun, jika kuman menginfeksi endometrium dapat
menyebabkan gangguan kesuburan. Tapi tidak berarti kesempatan untuk memiliki
anak menjadi tertutup sama sekali, kemungkinan untuk hamil masih tetap ada.
Idealnya, sebelum memutuskan untuk hamil, wanita pengidap TB mengobati TB-nya
terlebih dulu sampai tuntas. Namun, jika sudah telanjur hamil maka tetap
lanjutkan kehamilan dan tidak perlu melakukan aborsi.
2.
Efek tuberculosis terhadap janin
Menurut Oster,2007 jika kuman TB hanya
menyerang paru, maka akan ada sedikit risiko terhadap janin.Untuk
meminimalisasi risiko,biasanya diberikan obat-obatan TB yang aman bagi
kehamilan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB
juga menginvasi organ lain di luar paru dan jaringan limfa, dimana wanita
tersebut memerlukan perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab
kemungkinan bayinya akan mengalami masalah setelah lahir. Penelitian yang
dilakukan oleh Narayan Jana, KalaVasistha, Subhas C Saha, Kushagradhi Ghosh,
1999 tentang efek TB ekstrapulmoner tuberkuosis, didapatkan hasil bahwa
tuberkulosis pada limpha tidak berefek terhadap kahamilan, persalinan dan hasil
konsepsi. Namun juka dibandingkan dengan kelompok wanita sehat yang tidak
mengalami tuberculosis selama hamil mempunyai resiko hospitalisasi lebih tinggi
(21% : 2%), bayi dengan APGAR skore rendah segera setelah lahir (19% : 3%),
berat badan lahir rendah (<2500 )
Selain itu, risiko juga meningkat pada
janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan
terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion
(disebut TB congenital). Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati pada
minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat
badan rendah, hati dan limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini
masih belum jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.
3.
Tes Diagnosis TB pada Kehamilan
Bakteri TB berbentuk batang dan
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam. Karena itu disebut basil
tahan asam (BTA). Kuman TB cepat mati terpapar sinar matahari langsung,tetapi
dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembap.
Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat
melakukan dormant (tertidur lama selama beberapa tahun). Penyakit TB biasanya
menular pada anggota keluarga penderita maupun orang di lingkungan sekitarnya
melalui batuk atau dahak yang dikeluarkan si penderita. Hal yang penting adalah
bagaimana menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat.
Seseorang yang terpapar kuman TB belum
tentu akan menjadi sakit jika memiliki daya tahan tubuh kuat karena sistem
imunitas tubuh akan mampu melawan kuman yang masuk. Diagnosis TB bisa dilakukan
dengan beberapa cara, seperti pemeriksaan BTA dan rontgen (foto torak).
Diagnosis dengan BTA mudah dilakukan,murah dan cukup reliable.
Kelemahan pemeriksaan BTA adalah hasil
pemeriksaan baru positif bila terdapat kuman 5000/cc dahak. Jadi, pasien TB
yang punya kuman 4000/cc dahak misalnya, tidak akan terdeteksi dengan
pemeriksaan BTA (hasil negatif). Adapun rontgen memang dapat mendeteksi pasien
dengan BTA negatif, tapi kelemahannya sangat tergantung dari keahlian dan
pengalaman petugas yang membaca foto rontgen. Di beberapa negara digunakan tes
untuk mengetahui ada tidaknya infeksi TB, melalui interferon gamma yang konon
lebih baik dari tuberkulin tes.
Diagnosis dengan interferon gamma bisa
mengukur secara lebih jelas bagaimana beratnya infeksi dan berapa besar
kemungkinan jatuh sakit. Diagnosis TB pada wanita hamil dilakukan melalui
pemeriksaan fisik (sesuai luas lesi), pemeriksaan laboratorium (apakah
ditemukan BTA?), serta uji tuberkulin.
Uji tuberkulin hanya berguna untuk
menentukan adanya infeksi TB, sedangkan penentuan sakit TB perlu ditinjau dari
klinisnya dan ditunjang foto torak. Pasien dengan hasil uji tuberkulin positif
belum tentu menderita TB. Adapun jika hasil uji tuberkulin negatif, maka ada
tiga kemungkinan, yaitu tidak ada infeksi TB, pasien sedang mengalami masa
inkubasi infeksi TB, atau terjadi anergi.
Kehamilan tidak akan menurunkan respons
uji tuberkulin. Untuk mengetahui gambaran TB pada trimester pertama, foto
toraks dengan pelindung di perut bisa dilakukan, terutama jika hasil BTA-nya
negatif.
4.
Penatalaksanaan medis pada Kehamilan dengan TB
Regimen yang sama direkomondasikan pada
wanita hamil dengan TB maupun wanita non hamil dengan TB kecuali streptomycin.
penggunaanPyrazinamide dalam kehamilan masih menjadi perdebatan.
5.
Peran Perawat dalam Kehamilan dengan TB
Dalam perawatan pasien hamil dengan TB
perawat harus mampu memberikan pendidikan pada pasien dan keluarga tentang
penyebaran penyakit dan pencegahannya, tentang pengobatan yang diberikan dan
efek sampingnya, serta hal yang mungkin terjadi jika penyakit TB tidak
mendapatkan pengobatan yang adekuat. Pasien dan keluarga harus tahu system
pelayanan pengobatan TB sehingga pasien tidak mengalami drop out selama
pengobatan dimana keluarga berperan sebagai pengawas minum obat bagi pasien.
Pemantuan kesehatan ibu dan janin harus selalu dilakukan untuk mencegah
terjadinya komplikasi yang mungkin terjadi akibat TB.
Perbaikan status nutrisi ibu dan
pencegahan anemia sangat penting dilakukan untuk mencegah keparahan TB dan
meminimalkan efek yang timbul terhadap janin.
Pendidikan tentang sanitasi lingkungan
pada keluarga dan pasien penting diberikan untuk menghindari penyebaran
penyakit lebih luas.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Dalam
memberikan asuhan keperawatan digunakan metode proses keperawatan yang dalam
pelaksanaannya dibagi menjadi 4 tahap yaitu : Pengkajian, perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi (H. Lismidar, 1990).
A.
Pengkajian
Pengkajian
adalah komponen kunci dan pondasi proses keperawatan, pengkajian terbagi dalam
tiga tahap yaitu, pengumpulan data, analisa data dan diagnosa keperawatan
(Lismidar, 1990).
1.Pengumpulan data
Dalam
pengumpulan data ada urutan-urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
Ø Identitas
klien
Nama,
umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat),
pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan
yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak
dengan penderita TB patu yang lain (Hendrawan Nodesul, 1996)
Ø Riwayat
penyakit sekarang
Meliputi
keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini.
Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun
dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.
Ø Riwayat
penyakit dahulu
Keadaan
atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan
dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru
yang kembali aktif.
Ø Riwayat
penyakit keluarga
Mencari
diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut
sehingga sehingga diteruskan penularannya.
Ø Riwayat
psikososial
Pada
penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita tuberkulosis paru yang lain (Hendrawan Nodesul, 1996).
Ø Pola
fungsi kesehatan
a).
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada
klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak-desakan, kurang cahaya
matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek (Hendrawan Nodesul,
1996)
b).
Pola nutrisi dan metabolik
Pada
klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun (Marilyn.
E. Doenges, 1999).
c).
Pola eliminasi
Klien
TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi
d).
Pola aktivitas dan latihan
Dengan
adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas (Marilyn.E.
Doegoes, 1999).
e).
Pola tidur dan istirahat
Dengan
adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan terganggunya
kenyamanan tidur dan istirahat (Marilyn. E. Doenges, 1999).
f).
Pola hubungan dan peran
Klien
dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular (Marilyn.
E. Doenges, 1999).
g).
Pola sensori dan kognitif
Daya
panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada
gangguan.
h).
Pola persepsi dan konsep diri
Karena
nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien
tentang penyakitnya (Marilyn. E. Doenges, 1999).
i).
Pola reproduksi dan seksual
Pada
penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan
dan nyeri dada.
j).
Pola penanggulangan stress
Dengan
adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita
yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan (Hendrawan Nodesul, 1996).
k).
Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena
sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.
2.Pemeriksaan fisik
Berdasarkan
sistem-sistem tubuh :
a).
Sistem integumen
Pada
kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.
b).
Sistem pernapasan
Pada
sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
Ø Inspeksi
: Adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang tertinggal,
suara napas melemah (Purnawan Junadi dkk, 1982).
Ø Palpasi
: Fremitus suara meningkat (Alsogaff, 1995).
Ø Perkusi:
Suara ketok redup. (Soeparman, 1998).
Ø Auskultasi
: Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring
(Purnawan. J. dkk, 1982. Soeparman, 1998).
c).
Sistem pengindraan
Pada
klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.
d).
Sistem kordiovaskuler
Adanya
takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras (Soeparman, 1998).
e).
Sistem gastrointestinal
Adanya
nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun (Soeparman, 1998).
f).
Sistem muskuloskeletal
Adanya
keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari yang
kurang meyenangkan (Alsogaff, 1995)
g).
Sistem neurologis
Kesadaran
penderita yaitu komposmentis dengan GCS : 456
h).
Sistem genetalia
Biasanya
klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
3.Pemeriksaan penunjang
a).
Pemeriksaan Radiologi
Tuberkulosis
paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa suatu koplek
kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan segmen
posterior lobus atas paru-paru atau pada segmen superior lobus bawah
b).
Pemeriksaan laboratorium
Ø Darah
Adanya
kurang darah, ada sel-sel darah putih yang meningkatkan serta laju endap darah
meningkat terjadi pada proses aktif
Ø Sputum
Ditemukan
adanya Basil Tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada penderita
tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari
Ø Test
Tuberkulosis
Test
tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami infeksi atau
belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT)
dan Purifled Protein Derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek
(1/2 inci) no 24 – 26, dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang mempunyai
kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap
bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5 – 9 mm dianggap meragukan
dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui selama 48 – 72 jam tuberkulosis
disuntikkan
B. Analisa
Data
Data
yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien. Masalah
klien yang timbul yaitu, sesak napas, batuk, nyeri dada, nafsu makanmenurun,
aktivitas, lemas, potensial, penularan, gangguan tidur, gangguan harga diri.
C. Diagnosa
Keperawatan
Tahap
akhir dari perkajian adalah merumuskan Diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan
merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah kesehatan klien yang
dapat diatas dengan tindakan keperawatan.
Dari
analisa data diatas yang ada dapat dirumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan
tuberkulosis paru komplikasi haemaptoe sebagai berikut :
1).
Ketidakefektifan pola pernapasan sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya
upaya batuk (Marilyn E. Doenges, 1999).
2).
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan keletihan,
anorerksia atau dispnea (Marilyn. E. Doenges, 1999).
3).
Potensial terhadap transmisi infeksi yang sehubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang resiko potongan (Marilyn E. Doenges, 1999).
4).
Kurang pengetahuan yang sehubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit dan penatalaksanaan perawatan dirumah.
5).
Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubugan dengan sekret kental, kelemahan
dan upaya untuk batuk (Marilyn. E. Doenges, 1999).
6).
Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan permukaan
efektif proses dan kerusakan membran alveolar – kapiler (Marilyn. E. Doenges,
1999).
7).
Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur sehubungan daerah sesak napas dan nyeri
dada (Lynda, J. Carpenito, 1998).
D.
Intervensi
Setelah
mengumpulkan data, mengelompokan dan menentukan diagnosa
keperawatan,
maka tahap selanjutnya adalah menyusun perencaan. Dalam tahapperencanaan ini
dengan melihat diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana keperawatan
sebagai berikut :
1) Diagnosa keperawatan pertama :
Ketidakefektifan pola pernapasan yang sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kurangnya upaya batuk.
·
Tujuan : Pola nafas efektif
·
Kriteria hasil :
- Klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif
- Frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16-20
kali/menit)
- Dispneu berkurang
·
Rencana tindakan dan rasional
a).
Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori pernapasan :
catat
setiap perubahan Mengetahui penurunan bunyi napas
karena adanya sekret
b).
Kaji kualitas sputum : warna, bau, knsistensi
Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan
pengobatan selanjutnya
c).
Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam
Mengetahui sendiri mungkin perubahan pada bunyi
napas
d).
Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi Membantu mengembangkan secara maksimal
e).
Bantu dan ajarkan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam sampai
4 jam Batuk dan napas dalam yang tetap
dapat mendorong sekret keluar
f).
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat-obatan
Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi
kekentalan sekret dan memperbesar ukuran lumen trakeobroncial
2)
Diagnosa keperawatan kedua : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
sehubungan dengan anoreksia, keletihan atau dispnea.
·
Tujuan : terjadi peningkatan nafsu
makan, berat badan yang stabil dan bebas tanda malnutrisi
·
Kriteria hasil
-
Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat
-
Berat badan stabil dalam batas yang normal
·
Rencana tindakan dan rasional
a).
Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa
oral, riwayat mual/muntah atau diare Berguna dalam mendefenisikan derajat/luasnya
masalah dan pilihan indervensi yang tepat
b).
Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak
Membantu dalam mengidentifukasi kebutuhan/kekuatan
khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masakan diet
c).
Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik
Berguna dalam mengukur keepektifan nutrisi dan
dukungan cairan
d).
Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan
Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau
obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah
e).
Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang
tak perlu/ legaster
f).
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet
Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan
nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet
3) Diagnosa keperawatan ketiga :
Potensial terhadap tranmisi infeksi yang sehubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang resiko patogen.
·
Tujuan : klien mengalami penurunan
potensi untuk menularkan penyakit seperti yang ditunjukkan oleh kegagalan
kontak klien untuk mengubah tes kulit positif.
·
Kriteria hasil : klien mengalami
penurunan potensi menularkan penyakit yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak
klien.
·
Rencana tindakan dan rasional
a).
Identifikasi orang lain yang berisiko. Contoh anggota rumah, sahabat
Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat
intuk mencegah penyebaran infeksi
b).
Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari meludah
serta tehnik mencuci tangan yang tepat Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran
infeksi
c).
Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan
Dapat membantu menurunkan rasa
terisolasi klien dengan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular
d).
Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk
mengubah pola hidup dan menghindari
insiden eksaserbasi
e).
Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah
kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko
penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan
f).
Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat
dihubungi untuk menurunkanpenyebaran infeksi
4) Diagnosa keperawatan keempat :
Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kuranganya impormasi tentang
proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan di rumah.
·
Tujuan : klien mengetahui pengetahuan
imformasi tentang penyakitnya
·
Kriteria hasil : klien memperlihatkan
peningkatan tingkah pengetahuan mengenai perawatan diri.
·
Rencana tindakan dan rasional
a)
Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan, lingkungan, media
yang terbaik bagi klien
Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik
dan ditingkatkan pada tahapan individu
b)
Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh hemoptisis, nyeri
dada, demam, kesulitan bernafas
Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang
penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut
c)
Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan
lama,kaji potensial interaksi dengan obat lain
Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan
mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi klien
d)
Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah
Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan
dengan terapi dan meningkatkan kerjasama dalam program
e)
Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut atau masalah, jawab pertanyaan
secara nyata Memberikan kesempatan untuk
memperbaiki kesalahan konsepsi / peningkatan ansietas
f)
Berikan intruksi dan imformasi tertulis khusus pada klien untuk rujukan contoh jadwal
obat Informasi tertulis menurunkan
hambatan klien untuk mengingat sejumlah besar informasi. Pengulangan penguatkan belajar
g)
Evaluasi kerja pada pengecoran logam/tambang gunung, semburan pasir Terpajan pada debu silikon berlebihan dapat
meningkatkan resiko silikosis, yang dapat secara nagatif mempengaruhi fungsi pernafasan
5) Diagnosa keperawatan kelima :
Ketidakefektifan jalan nafas yang sehubungan dengan sekret kental, kelemahan
dan upaya untuk batuk.
·
Tujuan : jalan nafas efektif
·
Kriteria hasil :
-
Klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan
-
Klien dapat mempertahankan jalan nafas
-
Pernafasan klien normal (16 – 20 kali per menit)
·
Rencana tindakan :
a) Kaji
fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman penggunaan
otot aksesori Penurunan bunyi nafas dapat
menunjukan atelektasis, ronki, mengi menunjukkan akumulasi sekret atau ketidakmampuan untuk
membersihkan jalan nafas yang dapat
menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan
peningkatan kerja penafasan
b)
Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif
Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum
berdarah kental diakbatkan oleh kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat
memerlukan evaluasi lanjut
c)
Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan
latihan untuk nafas dalam Posisi
membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya pernapasan.
Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret
kedalam jalan napas bebas untuk dilakukan
d)
Bersihkan sekret dari mulut dan trakea
Mencegah obstruksi/aspirasi penghisapan dapat
diperlukan bila klien tak mampu mengeluaran sekret
e)
Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikasi Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan
sekret membuatnya mudah dilakukan
f)
Lembabkan udara respirasi
Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu
pengenceran sekret
g)
Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan
kortikosteroid
Menurunkan kekentalan dan
perlengketan paru, meningkatkan ukuran kemen percabangan trakeobronkial berguna padu adanya
keterlibatan luas dengan hipoksemia
6) Diagnosa keperawatan keenam :
Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan
permukaan efektif paru dan kerusakan membran
alveolar
– kapiler.
·
Tujuan : Pertukaran gas berlangsung
normal
·
Kreteria hasil :
-
Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea
-
Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan
-
Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang
normal
·
Rencana tindakan dan rasional
a)
Kaji dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan terbatasnya
ekspansi dinding dada .TB paru menyebabkan
efek luas dari bagian kecil bronko pneumonia sampai inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari
ringan sampai dispnea berat sampai distress pernapasan
b)
Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan warna
kulit, termasuk membran mukosa Akumulasi
sekret, pengaruh jalan napas dapat menganggu oksigenasi organ vital dan jarigan
c)
Tujukkan/dorong bernapas bibir selama ekshalasi
Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah
kolaps membantu
menyebabkan udara melalui paru dan menghilangkan
atau menurtunkan napas pendek
d)
Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri
sesuai keperluan Menurunkan konsumsi oksigen selama
periode menurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala
e)
Awasi segi GDA / nadi oksimetri
Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan atau
saturasi atau peningkatan PaCO2 menunjukan kebutuhan untuk intervensi /
perubahan program terapi
f)
Berikan oksigen tambahan yang sesuai
Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat
terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi atau menurunya permukaan alveolar
paru
7) Diagnosa keperawatan ketujuh :
Gangguan pemenuhan tidur dan istirahat sehubungan dengan sesak napas dan nyeri
dada.
·
Tujuan : Kebutuhan tidur terpenuhi
·
Kriteria hasil :
-
memahami faktor yang menyebabkan gangguan tidur
-
Dapat menangani penyebab tidur yang tidak adekuat
-
Tanda-tanda kurang tidur dan istirahat tidak ada
·
Rencana tindakan dan rasional
a)
Kaji kebiasaan tidur penderita sebelum sakit dan saat sakit
Untuk mengetahui sejauh mana gangguan tidur
penderita
b)
Observasi efek abot-obatan yang dapat di derita klien
Gangguan psikis dapat terjadi bila dapat
menggunakan kartifosteroid temasuk perubahan mood dan uisomnia
c)
Mengawasi aktivitas kebiasaan penderita
Untuk mengetahui apa penyebab gangguan tidur
penderita
d)
Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan tidur Memudahkan klien untuk bisa tidur
e)
Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman
Lingkungan dan siasana yang nyaman akan mempermudah
penderita untuk tidur
E. Implementasi
Pada
tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan
yaitu
(Budi Anna keliat, 1994) :
1.
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
2.
Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan efisien
pada situasi yang tepat
3.
Keamanan fisik dan psikologinya dilindungi
4.
Dokumentasi intervensi dan respon klien
F. Evaluasi
Evaluasi
merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan
(diagnosa, tujuan untervensi) harus di evaluasi, dengan melibatkan klien, perawatan
dan anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuan untuk menilai apakah tujuan
dalam perencanaan keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan perkajian ulang
jika tindakan belum hasil.
Ada
tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil atau
tidak dan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka
waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapun alternatif
tersebut adalah
(Budi
Anna keliat, 1994) :
1.
Tujuan tercapai
2.
Tujuan tercapai sebagian
3.
Tujuan tidak tercapai
BAB IV
PENUTUP
I.
Kesimpulan
Tingginya
angka penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah
iklim dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar tentang
perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya
serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan
dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di
lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan. Karena
prevalensi TBC paru di Indonesia masih tinggi, dapat diambil asumsi bahwa frekuensinya
pada wanita akan tinggi. Diperkirakan 1% wanita hamil menderita TB paru.
Menurut Prawirohardjo dan Soemarno (1954), frekuensi wanita hamil yang menderita
TB paru di Indonesia yaitu 1,6%. Dengan bertambahnya jumlah penduduk tiap
tahunnya, dapat diperkirakan penyakit ini juga mengalami peningkatan berbanding
lurus dengan tingkat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Pada
umumnya, penyakit paru-paru tidak mempengaruhi kehamilan dan persalinan nifas,
kecuali penyakitnya tidak terkonrol, berat, dan luas yang disertai sesak napas
dan hipoksia. Walaupun kehamilan menyebabkan sedikit perubahan pada sistem pernapasan,
karena uterus yang membesar dapat mendorong diafragma dan paru-paru ke atas
serta sisa udara dalam paru-paru kurang, namun penyakit tersebut tidak selalu menjadi
lebih parah. TBC paru merupakan salah satu penyakit yang memerlukan perhatian
yang lebih terutama pada seorang wanita yang sedang hamil, karena penyakit ini
dapat dijumpai dalam keadaan aktif dan keadaan tenang. Karena penyakit paru-paru
yang dalam keadaan aktif akan menimbulkan masalah bagi ibu, bayi, dan orang-orang
disekelilingnya.
II. Penanganan
1)
Dalam kehamilan :
·
Ibu hamil dengan proses aktif,
hendaknya jangan dicampurkan dengan wanita hamil lainnya pada pemeriksaan
antenatal.
·
Untuk diagnosis pasti dan pengobatan
selalu bekerjasama dengan ahli paru-paru.
·
Penderita dengan proses aktif,
apalagi dengan batuk darah, sebaiknya di rawat di rumah sakit; dalam kamar
isolasi. Gunanya untuk mencegah penularan, untuk menjamin istirahat dan makan
yang cukup, serta pengobatan yang intensif dan teratur.
·
Obat-obatan : INH, PAS, rifadin, dan
streptomisin.
·
TBC paru tidak merupakan indikasi
untuk abortus buatan dan terminasi kehamilan.
2)
Dalam persalinan :
·
Bila proses tenang, persalinan akan
berjalan seperti biasa dan tidak perlu tindakan apa-apa.
·
Bila proses aktif, kala I dan II
diusahakan seringan mungkin. Pada kala I, ibu hamil di beri obat-obatan
penenang dan analgetika dosis rendah. Kala II diperpendek dengan ekstraksi
vakum/forseps.
·
Bila ada indikasi obstetrik untuk
seksio caesaria, hal ini dilakukan bekerjasama dengan ahli anestesi untuk
memperoleh anestesi mana yang terbaik.
3)
Dalam masa nifas :
·
Usahakan jangan terjadi perdarahan
yang banyak; diberi uterus tonika dan koagulansia.
·
Usahakan mencegah terjadinya infeksi tambahan
dengan memberikan antibiotika yang cukup.
·
Bila ada anemia sebaiknya diberikan
transfusi darah, agar daya tahan ibu lebih kuat terhadap infeksi sekunder.
·
Ibu dianjurkan supaya segera memakai
kontrasepsi atau bila jumlah anak sudah cukup, segera dilakukan tubektomi.
4)
Perawatan bayi
Biasanya
bayi akan ditulari ibunya setelah kelahiran, dan TBC bawaan (konenital) sangat
jarang.
·
Bila ibu dalam proses TBC aktif
-
Secepatnya, bayi diberikan BCG.
-
Bayi segera dipisahkan dari ibunya selama 6-8 minggu.
- Bila
uji Mantoux sudah positif pada bayi, barulah bayi dapat ditemukan lagi dengan ibunya.
·
Menyusukan bayi, pada proses aktif,
dilarang karena kontak langsung dari mulut ibu dan bayi.
·
Dapat diberikan anti TBC profilaksis
pada bayi yaitu INH 25 mg/kg berat badan/hari.
5)
TBC paru dan alat reproduksi :
·
TBC paru dapat bersamaan dengan TBC
alat genitalia. Wiknjosastro (1995) menemukan pada 15 wanita penderita
TBC-genitalis; 40% sarang primernya terdapat di paru-paru.
·
TBC-genitalis dapat menyebabkan :
-
Infertilitas (kemandulan)
-
Bila terjadi kehamilan, hasil konsepsi sering berakhir dengan abortus,
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), dan partus prematurus.
-
TBC-genitalis yang sudah tenang dan pulih, dapat kambuh lagi setelah abortus
dan persalinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar